Dialek Betawi Ora; an introduction

Dialek Betawi Ora berasal dari keturunan etnis Jawa dan Sunda yang menetap di wilayah Jakarta setelah perang berakhir.

Penelitian Soerjapranata  tahun 1927 dalam Tawangsih (1990: 32) menemukan bahwa penduduk desa Sudimara di Ciledug Tangerang menggunakan bahasa Betawi Ora karena menggunakan kata ra (berasal dari bahasa Jawa), sedangkan penduduk Betawi menggunakan bahasa Melayunya yaitu kata tida dan êngga. Menurut Muhadjir (2000: 72), dialek Betawi Tengahan dan Betawi Ora mempunyai perbedaan berdasarkan ciri fonologis dan kosakatanya.

Betawi pinggiran atau Betawi ora pada subdialek Betawi tengah menurut garis besarnya, terdapat vokal akhir [e] pada beberapa kata yang dalam bahasa Indonesia berupa /a/ atau /ah/. Di pinggiran tidak terdapat perubahan vokal /a/ menjadi /ɛ/. Berdasarkan pemakaian kosakatanya, subdialek Kota tidak ditemukan kata-kata yang berasal dari bahasa Jawa, sedangkan subdialek Pinggiran banyak ditemukan kosakata yang berasal dari bahasa Jawa adalah kata-kata seperti bocah, lanang, kulon, dan jeleh yang tidak ditemukan dalam dialek Betawi Kota atau Tengahan.

Contoh dialek Betawi Ora yang ditemukan dalam penelitian Muhadjir dalam Tawangsih (1990, hlm. 33), sebagai berikut:

  1. Kalu òra uring-uringan pasti dah nyap-nyapan lagi, dasar…wadòn sih!

‘Jika tidak menggerutu dapat dipastikan akan mengomel lagi, dasar perempuan’

  1. Èh…èh…itu bòcah rari-rarian mèlulu, dasar bòcah! lanang lagi, rèpot dah! ora mêmpan dirarang!.

‘Eh, anak itu berlari – lari saja, dasar anak! apalagi anak lelaki, repot! tidak bisa dilarang’

  1. Kalu óra tau, kudu nanya.

Kalau tidak tahu, harus bertanya

Berdasarkan contoh dialek Betawi Ora tersebut, beberapa kosa kata seperti òra, bòcah, dan lanang berasal dari bahasa Jawa yang tidak terdapat dalam Dialek Betawi Tengah atau Kota. Selain itu pula, konsonan ɦ yang terdapat dalam akhir kata, di Dialek Pinggiran atau Betawi Ora tetap sama seperti dalam bahasa Indonesia, seperti darah, susah, dan belah, yang dalam dialek Tengahan atau Kota diucapkan sebagai darè, susè, dan belè (Muhadjir, 2000, hlm,72).

Saat ini, penutur dialek Betawi Ora  terkonsentrasi di beberapa daerah yang masih memiliki pelaku budaya Betawi. Menurut informasi beberapa tokoh Betawi, penutur dialek Betawi Ora berada di sekitar daerah Kotamadya Depok, Kotamadya Tangerang Selatan, Kotamadya Tangerang, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan sebagian kecil di Kabupaten Bogor.  Dialek Betawi Ora pada daerah ini masih berjalan karena masih didukung oleh aktivitas kesenian Betawi Ora walaupun sudah sangat jarang dilakukan. Sebagian besar penutur dialek Betawi Ora mendiami daerah pinggiran yang berada dekat dengan Kota Jakarta. Namun, akibat perkembangan pemukiman dengan banyaknya pusat-pusat belanja dan komplek pemukiman yang rata-rata berasal dari kaum pendatang, maka penutur dialek Betawi Ora semakin tergeser jauh dari wilayah kota Jakarta. Hal ini terjadi di hampir pada sebagian besar di wilayah Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, dan kota Bekasi. Secara umum, lokasi penutur dialek Betawi Ora berada di daerah pinggiran Jakarta yang menempati sebagai besar wilayah Jabodetabek.

 

Leave a comment